Selasa, 11 November 2014

Gambaran Emphaty-Induced Altruism dalam Hubungan Interpersonal

­Gambaran Empathy-Induced Altruism dalam Hubungan Interpersonal

Latar Belakang Masalah
     Menolong seharusnya dilakukan tanpa pamrih seperti yang dilakukan para relawan di Mentawai. Mereka rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk menolong para korban gempa dan tsunami tanpa mengharapkan imbalan (“Relawan, bekerja tanpa pamrih,” 2010). Akan tetapi, dewasa ini, banyak orang tidak mau menolong jika tidak menguntungkan bagi dirinya, misalnya pada kasus perkosaan di India. Seorang mahasiswi yang bersimbah darah dibiarkan terbaring di jalan selama 45 menit tanpa pertolongan (“Saksi perkosaan di India,” 2013). Makna menolong yang tulus dan tanpa pamrih (altruisme) telah digantikan oleh menolong yang dilandasi oleh egoisme. Oleh karena itu, penulisan topik ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perilaku altruisme dan diharapkan dapat mendorong pembaca untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Perilaku Altruisme
     Menurut Myers (2010, h. 443) Altruisme adalah,A motive to increase another’s welfare without conscious regard for one’s self-interests.” Pada dasarnya, Myers (2010) menyatakan bahwa altruisme merupakan kebalikan dari egoisme. S­­­eseorang yang egois mengutamakan kepentingan dirinya dan tidak menghiraukan kepentingan orang lain. Ia pun tidak ragu untuk mengorbankan kepentingan orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi (Surbakti, 2009). Berbeda dengan hal itu, kaum altruis menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau mencari keuntungan dalam bentuk apapun. Mereka percaya bahwa tujuan dari altruisme adalah untuk mencintai orang lain karena dirinya lebih daripada karena hal yang dapat dilakukan untuk diri sendiri (Gula, 2009).
Indikator Altruisme
     Menurut Gula (2009), terdapat beberapa indikator altruisme, yaitu: (a) dapat didekati dan bersedia membantu orang lain; (b) melayani tanpa diskriminasi; (c) mendahulukan kepentingan orang lain; (d) memilih pilihan yang masuk akal bagi kepentingan orang lain daripada untuk diri sendiri; (e) berbagi kekayaan, kemampuan, dan waktu; dan (f) berperan aktif dalam usaha melindungi keadilan.
 Faktor-Faktor yang Menentukan Altruisme
     Widyarini (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menentukan altruisme, yaitu situasi, genetik, dan budaya.
     Situasi. Pengaruh situasi meliputi jenis situasi (darurat dan tidak darurat), keadaan orang yang membutuhkan (kejelasan kebutuhan), hubungan penolong dan orang yang ditolong, dan keberadaan orang lain. Mengenai faktor keberadaan orang lain, sebuah penelitian telah dilakukan (dikutip dalam Widyarini, 2009).  Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam situasi darurat, misal terjadi korban dalam kecelakaan lalu lintas, keberadaan orang lain di sekitar tempat kejadian mengurangi kemungkinan untuk menolong.
     Genetik. Gen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap altruisme. Penelitian (dikutip dalam Widyarini, 2009) dilakukan pada orang-orang kembar dengan membandingkan antara kembar identik (berasal dari satu sel telur) dan bukan kembar identik. Mereka yang kembar identik memiliki tingkat altruisme yang hampir setara. Tingkatnya tidak sama persis karena terdapat 50 persen faktor penentu lainnya, yaitu pembelajaran tiap-tiap individu semasa hidupnya.
     Budaya. Faktor ini memiliki pengaruh yang ditunjukkan dari perbedaan kecenderungan altruisme masyarakat yang bersifat kolektivis dan individualis. Masyarakat kolektivis adalah masyarakat yang berpedoman pada nilai-nilai kebersamaan, sedangkan masyarakat individualis adalah masyarakat yang berpedoman pada nilai-nilai otonomi pribadi dan kebebasan kreatif individu (Sutrisno & Putranto, 2005). Masyarakat kolektivis mendukung altruisme karena mereka berpandangan bahwa kebaikan kelompok lebih penting daripada keinginan individu. Sebaliknya, masyarakat individualis lebih mementingkan tercapainya tujuan-tujuan pribadi daripada kepentingan kelompok (Widyarini, 2009).
Pengertian Empati
     McLaren (2013, h. 3) mendefinisikan empati sebagai,a social and emotional skill that helps us feel and understand the emotions, circumstances, intentions, thoughts, and needs of others, such that we can offer sensitive, perceptive, and appropriate communication and support.” Empati berarti mampu berpikir dari sudut pandang orang lain, beradaptasi dengan keadaan orang lain, merelakan diri untuk menjelajah dunia orang lain, dan menghargai orang lain. Seseorang berempati agar tercipta keselarasan dan keharmonisan hubungan dengan orang lain (Sumartono, 2004). “Jika simpati terbatas pada usaha merasakan apa yang dirasakan orang lain, sedangkan empati, rasa tersebut juga diikuti oleh tindakan nyata” (Mulyodiharjo, 2010, h. 73).
Hubungan Interpersonal
     Heider (1982/2013, h. 1) mengatakan bahwa, “interpersonal relations denotes between a few, usually between two, people.” Homans (dikutip dalam Morrison & Burnard, 1997/2009, h. 15) juga menyatakan, “kehidupan interpersonal adalah serangkaian transaksi yang dilakukan setiap orang untuk dan dengan orang lain sebagai antisipasi menerima sesuatu.” Terdapat tiga komponen utama dalam upaya membangun hubungan interpersonal, yaitu (a) kemampuan berkomunikasi secara efektif, (b) kemampuan dalam membangun relasi atau hubungan dengan orang lain, dan (c) kemampuan memimpin dan menggerakkan orang lain (Prijosaksono & Mardianto, 2005).
Empathy-Induced Altruism dalam Hubungan Interpersonal
     Batson et al. (dikutip dalam Myers, 2010) menyatakan bahwa ketika seseorang merasakan empati, ia akan lebih memikirkan kepentingan orang lain daripada dirinya. Empati yang tulus memotivasi seseorang untuk menolong orang lain demi kebaikan orang tersebut.
    Pengaruh empathy-induced altruism dalam hubungan interpersonal. Penelitian yang dilakukan Batson (dikutip dalam Myers, 2010) menunjukkan bahwa empathy-induced altruism: (a) produces sensitive helping, empati tidak hanya merasakan, tetapi juga meringankan beban orang lain; (b) inhibits aggression, empati mengurangi munculnya perilaku agresi; (c) increases corporation, empati membangun kerja sama; dan (d) improves attitudes toward stigmatized groups, empati membantu seseorang untuk melihat dari sudut pandang orang lain.
     Empathy-induced altruism juga memiliki implikasi praktis pada kehidupan sehari-hari (Batson, 2008). Menurut Sibicky, Schroeder dan Dovidio (dikutip dalam Batson, 2008, h. 17), “Empathic concern has been found to direct attention to the long-term welfare of those in need, producing more sensitive care.” Perilaku ini mengurangi diskriminasi terhadap perbedaan ras, penderita Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), pecandu narkoba, dan lain-lain. Penerapan perilaku ini di sekolah juga meningkatkan hubungan mutualisme pada siswa-siswinya (Gordon dikutip dalam Batson, 2008).  Stephan and Finlay (dikutip dalam Batson, 2008, h.17) menyatakan, “The induction of empathic  concern is often an explicit component of techniques used in conflict resolution workshops.” Para peserta workshop termotivasi untuk mengekspresikan perasaan, harapan dan ketakutan, dan melihat segala sesuatu, tidak hanya dari sudut pandang pribadi, tetapi juga dari sudut pandang orang lain (Kelman dikutip dalam Batson, 2008).
Simpulan
     Altruisme adalah perilaku menolong orang lain dengan mengorbankan kepentingan pribadi tanpa mengharapkan imbalan. Beberapa hal yang menjadi indikator perilaku ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Altruisme ditentukan oleh faktor-faktor, seperti situasi, genetik, dan budaya. Perilaku ini lebih bermakna jika diterapkan dengan empati karena akan memotivasi seseorang untuk membantu orang lain demi kebaikan orang tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Batson, D. C. (2008, March). Empathy-induced altruistic motivation. Prosocial motives, emotions, and behavior. Symposium conducted at the Inaugural Herzliya Symposium, Herzliya, Israel. Retrieved from http://portal.idc.ac.il/en/symposium /herzliyasymposium/documents/dcbatson.pdf

Gula, R. M. (2009). Etika pastoral. Yogyakarta: Kanisius. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=aiZ4FXlEJZ0C&pg=PA84&dq=altruisme+adalah&hl=id&sa=X&ei=sGRdVLy7PI-MuASXsIDgAw&redir_esc=y#v=onepage& q= altruisme%20adalah&f=false

Heider, F. (2013). The psychology of interpersonal relations. East Sussex, England: Psychology Press.  Retrieved from http://books.google.co.id/books?id=tVFmY0 xvn-wC&printsec=frontcover& dq=inter personal+relationships&hl=id&s (Original work published 1982)

McLaren, K. (2013). The art of emphaty: A complete guide to life's most essential skill. Louisville, CO: Sounds True. Retrieved from http://books.google.co.id/books ?id=iRrPBAAAQBAJ&pg=PT3&dq=what+is+empathy&hl=id&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q=what%20is%20empathy&f=false

Morrison, P., & Burnard, P. (2009). Caring & communicating: Hubungan interpersonal dalam keperawatan (Widyawati & E. Meiliya, Penerj.). Dalam D. Yulianti (Ed.). Jakarta: EGC. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id =X_YBXDCAWUIC&pg=PA1&dq=hubungan+interpersonal&hl=id&sa=X&ei=A5NdVLKTNsPiuQSq_4LYDg&ved=0CBwQ6AEwAA#v=onepage&q=hubungan%20interpersonal&f=false (Karya asli diterbitkan tahun 1997)

Mulyodiharjo, S. (2010). The power of communication: Komunikasi, kekuatan dasyat untuk menjadi spektakuler. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=PCYynby5N6MC&pg=PA73&dq=empati&hl=id&sa=X&ei=CYldVN68FsbguQTQhYGADA&ved=0CD4Q6AEwBw#v=onepage&q=empati&f=false

Myers, D. G. (2010). Social psychology (10th ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

Prijosaksono, A., & Mardianto, M. (2005). The power of transformation. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=j XaLp9BarScC&pg=PA145&dq=hubungan+interpersonal&hl=id&sa=X&ei=e5FdVLmdE4O0uQSDh4I4&ved=0CCEQ6AEwAQ#v=onepage&q=hubungan%20interpersonal&f=false

Relawan, bekerja tanpa pamrih di lokasi bencana. (2010, 4 November). Diunduh dari http://news.liputan6.com/read/304784/relawan-bekarja-tanpa-pamrih-di-lokasi-bencana

Saksi perkosaan India: Tak ada yang menolong selama 45 menit. (2013, 5 Januari). Diunduh dari http://sp.beritasatu.com/home/saksi-perkosaan-india-tak-ada-yang-menolong-selama-45-menit/28774

Sumartono. (2004). Komunikasi kasih sayang. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=qGL9kopln_UC&printsec =frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Surbakti, E. B. (2009). Kenalilah anak remaja anda. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=8V3sX viw3HkC&pg=PA249&dq=egoisme&hl=id&sa=X&ei=Lm9dVP24B8XluQSUwoLgAw&redir_esc=y#v=onepage&q=egoisme&f=false

Sutrisno, M., & Putranto, H. (Ed). (2005). Teori-teori kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=aZHKmu8wCVcC &printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Widyarini, M. M. N. (2009). Relasi orangtua & anak. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=RH_Jkq 4CLB8C&pg=PA15&dq=altruisme+adalah&hl=id&sa=X&ei=sGRdVLy7PI-MuASXsIDgAw& redir_esc=y#v=onepage&q=altruisme%20adalah&f=false




Rabu, 05 November 2014

Dampak Berbagi Foto Selfie di Media Sosial (Ray Caesarly Santosa 705140032 kelas A)

Dampak Berbagi Foto Selfie di Media Sosial­­
Pengertian Selfie
     Arti kata selfie itu sendiri adalah self-portrait yang berarti mengambil foto diri sendiri menggunakan kamera tanpa bantuan orang lain (Prasetyo, 2014). Menurut kamus Oxford yang dikutip dari laman BBC (dikutip dalam Rosalina, 2013, para. 4), “selfie adalah aktivitas seseorang yang memotret dirinya sendiri, umumnya menggunakan ponsel atau webcam, kemudian mengunggahnya ke situs media sosial.”
Pengertian Media Sosial (Social Media)
     Kaplan dan Haenlein (dikutip dalam Tea, 2014, para. 5) mendefinisikan media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content.”  Media sosial digunakan untuk berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, berbagi (sharing), membangun jaringan (networking), dan juga untuk mengekspresikan diri (Tea, 2014).
Macam-Macam Media Sosial
     Terdapat berbagai macam media sosial dengan fitur, keunikan, dan kegunaan masing-masing. Menurut Adhi (2014), media sosial yang populer di Indonesia adalah Facebook, Twitter, Path, Google Plus, Youtube, Instagram, Line, Kaskus, Linkedin, dan Foursquare. Beberapa media sosial tersebut memiliki fitur untuk membagikan file, gambar, dan video.
Alasan Membagikan Foto Selfie di Media Sosial
     Manusia ingin dikenal. Pada dasarnya, manusia ingin dikenal dan ingin diperhatikan. Oleh karena itu, terkadang seseorang berusaha memancing perhatian orang lain dengan bertingkah aneh, “nyeleneh”, dan eksentrik. Berbagai macam cara dilakukan, baik positif, maupun negatif untuk menarik perhatian (Sulaiman, 2005a). Sehubungan dengan hal tersebut, jika membagikan foto selfie dengan beragam pose, termasuk pose yang “nyeleneh”,  seseorang menganggap akan diperhatikan orang lain.
    Manusia ingin dihargai. Setiap manusia pada dasarnya ingin dihargai. Mereka berusaha keras hanya agar dirinya dihargai, baik melalui karya, ucapan, tingkah laku, usaha, maupun apa yang dimilikinya (Aly & Prihadi, n.d.). Berbagi foto selfie adalah salah satu cara manusia untuk mendapatkan penghargaan, terlebih ketika foto yang diunggah dianggap baik oleh orang lain.
    Manusia ingin diakui. Getol (2009) menyatakan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang suka ketika diremehkan karena sudah merupakan kebutuhan manusia untuk diakui. Seperti yang dikatakan Maslow (dikutip dalam Sulaiman, 2005b, h. 20), “Manusia memiliki keinginan dasar yang terentang dari kebutuhan seksual hingga aktualisasi diri (self-actualization). Setelah kebutuhan ekonomi terpenuhi, maka yang paling akhir adalah kebutuhan ingin diakui.”
Dampak Positif Membagikan Foto Selfie di Media Sosial
     Mampu meningkatkan kepercayaan diri. Secara tidak langsung, berfoto selfie membantu kita lebih mengenali diri dan keadaan seseorang. Seseorang dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya dengan berfoto selfie. Menunjukkan kelebihannya kepada orang lain akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang (Ahmad, 2014).
     Menyebarkan pesan positif kepada orang lain. Membagikan foto selfie yang berisikan pesan-pesan positif atau menunjukkan hal-hal positif, seperti pola hidup yang sehat di media sosial berdampak positif. Maka dari itu, seseorang dapat menularkan pesan positif dan inspiratif kepada masyarakat (Ahmad, 2014).
Dampak Negatif Membagikan Foto Selfie di Media Sosial
    Selfie dan gangguan kepribadian
    Selfie dan Narsistik. Menurut Putranto (dikutip dalam Pratama, 2014, para. 17), “Selfie mewakili satu elemen narsistik, selfie kan prilaku memotret. Narsis adalah lebih kepada mencintai diri sendiri. Pamernya nggak cuma wajah, bahkan berhadapan dengan orang maunya menang sendiri, yang penting diri sendiri daripada orang lain itu kan narsis.” Akan tetapi, ketika seseorang mulai membagikan foto selfienya secara berlebihan yang mengindikasikan narsisisme, akan berdampak negatif pada hubungan sosial dalam pekerjaan, pertemanan, dan pernikahan (Koto, 2013).
    Selfie dan Adiksi. Kasus seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun asal Newcastle bernama Danny Bowman yang berusaha bunuh diri setelah 200 kali gagal mendapatkan foto selfie yang bagus merupakan gambaran bahwa selfie yang berlebihan dapat mengindikasikan suatu adiksi (“Seorang Remaja Inggris Berupaya Bunuh Diri,” 2014). Adiksi pada selfie ini bukanlah suatu hal yang baru karena sebelumnya telah ditemukan kasus-kasus adiksi pada media sosial. Akan tetapi, menurut Veale (dikutip dalam “'Selfie Addiction' Is No Laughing Matter,” 2014, para. 4), kasus Danny adalah kasus ekstrem. Ia mengatakan, “But this is a serious problem. It’s not a vanity issue. It’s a mental health one which has an extremely high suicide rate.”
    Selfie dan Histrionik. Menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) dari American Psychiatric Association (APA) (dikutip dalam Aulia, 2014), orang dengan gangguan kepribadian histrionik memiliki kebutuhan yang besar dalam mencari perhatian. Mereka menggunakan penampilan fisik untuk menarik perhatian orang lain dan tidak ragu untuk mengeluarkan uang banyak untuk tampil cantik. Para “penggila” selfie diidentikkan dengan gangguan ini.
    Selfie dan Body Dismorphic Disorder. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Strathclyde, Ohio University, dan University of Lowa (dikutip dalam Sativa, 2014) ditemukan bahwa semakin banyak wanita melakukan selfie dan mengunggahnya pada media sosial, semakin mereka merasa insecure dengan bentuk tubuhnya sendiri. Mereka cenderung membandingkan tubuh wanita-wanita lain dengan tubuh sendiri sehingga memicu pikiran negatif pada diri mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Adhi. (2014, Juli). Jejaring sosial terpopuler di Indonesia. Diunduh dari http://tech.dbagus.com/jejaring-sosial-terpopuler-di-indonesia
Ahmad, A. (2014, September). Sejarah selfie serta efek positif dan negatifnya. Diunduh dari http://alltutorial.net/sejarah-selfie-serta-efek-positif-dan-negatifnya/
Aly, A., & Prihadi, E. K. (n.d.). Pawang manusia: Strategi jitu menaklukkan dan memengaruhi orang lain. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=3QgYN9ekvzgC&pg=PA47&dq=manusia+ingin+dihargai&hl=id&sa=X&ei=CbRZVPLiA428uAS50YD4AQ&redir_esc=y#v=onepage&q=manusia%20ingin%20dihargai&f=false
Aulia, T. N. (2014, Januari 2). Gangguan kepribadian histrionik. Diunduh dari http://kesehatan. kompasiana.com/kejiwaan/2014/01/02/gangguan-kepribadian-histrionik-623394.html
Getol, G. (2009). Managing your strengths & weakness: Mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=FvSADOjnuhI C&pg=PA204&dq=manusia+ingin+diakui&hl=id&sa=X&ei=rrdZVOfsKsGgugTnt4CIAg&ved=0CEMQ6AEwCA#v=onepage&q=manusia%20ingin%20diakui&f=false
Koto, R. A. (2013, Desember 12). “Selfie”, antara narsis dan eksplorasi diri. Diunduh dari http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/12/selfie-antara-narsis-dan-eksplorasi-diri-617701.html
Prasetyo, H. (2014, Maret). Pengertian arti selfie itu apa sih?. Diunduh dari http://www.ga jahkreatif.com/2014/171264/pengertian/pengertian-arti-selfie-itu-apa-sih.html
Pratama, N. (2014, September 25). Selfie-isasi dan narsisme. Diunduh dari http://lifestyle. kompasiana.com/catatan/2014/09/25/selfie-isasi-dan-narsisme-681061.html
Rosalina. (2013, November 20). ‘Selfie’, kata anyar dalam kamus oxford. Diunduh dari http://www.tempo.co/read/news/2013/11/20/095531163/selfie-kata-anyar-dalam-kamus-oxford
Sativa, R. L. (2014, Agustus 14). 5 macam gangguan jiwa yang bermula dari foto selfie. Diunduh dari http://health.detik.com/read/2014/08/14/180732/2662446/763/3/5-macam-gangguan-jiwa-yang-bermula-dari-foto-selfie
‘Selfie’ addiction is no laughing matter, psychiatrists say (video). (2014, Maret 25). Diunduh dari http://www.huffingtonpost.com/2014/03/25/selfie-addiction-mental-illness_n_5022090.html
Seorang remaja Inggris berupaya bunuh diri karena tak bisa menghasilkan foto selfie yang sempurna. (2014, Maret 25). Diunduh dari http://www.beritateknologi.com/
     seorang-remaja-inggris-berupaya-bunuh-diri-karena-tak-bisa-menghasilkan-foto-selfie-yang-sempurna/
Sulaiman, T. (2005). Seri teladan humor sufistik: Harga sebuah loyalitas. Dalam S. Agung (Ed.). Jakarta: Erlangga. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=3QgYN9ekvzgC&pg =PA47&dq=manusia+ingin+dihargai&hl=id&sa=X&ei=CbRZVPLiA428uAS50YD4AQ&redir_esc=y#v=onepage&q=manusia%20ingin%20dihargai&f=false
Sulaiman, T. (2005). Seri teladan humor sufistik: Melayani Maling. Dalam S. Agung (Ed.). Jakarta: Erlangga. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id =kPoBeHPwWKMC&pg=PA20&dq=manusia +ingin+diakui&hl=id&sa=X&ei=rrdZVOfsKsGgugTnt4CIAg&ved=0CD8Q6AEwBw#v=onepage&q=manusia%20ingin%20diakui&f=false
Tea, R. (2014, April). Media sosial: Pengertian, karakteristik, dan jenis. Diunduh dari http://www.romelteamedia.com/2014/04/media-sosial-pengertian-karakteristik.html


Selasa, 07 Oktober 2014

FILSAFAT MANUSIA : ETOS KERJA, SENI, BUDAYA, dan AGAMA

FILSAFAT MANUSIA
Etos Kerja, Seni, Budaya, dan Agama

Definisi Kerja 

Kerja atau pekerjaan merupakan segala kegiatan yang direncanakan, yang melibatkan pikiran dan kemauan yang sungguh-sungguh serta memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai. 

Dua Elemen Kerja 

Terdapat elemen subjek dan objek. Elemen subjek adalah potensi atau kekuatan yang melekat di dalam diri manusia. Elemen ini meliputi pikiran, keinginan, hati, kebebasan, kehendak, dan kemampuan. Elemen objektif merupakan sarana pendukung untuk merealisasikan pikiran, rencana, serta kehendaknya. Dua elemen tersebut sangat penting dalam kerja. 

Tiga Dimensi Kerja : 
  1. Dimensi Personal 
  2. Dimensi Sosial 
  3. Dimensi Etis
Etos Kerja 

Etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. (Pelly, 1992:12)

Etos kerja dapat juga diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003:2). 

Kerja Bermartabat

Kerja bermartabat merupakan komitmen setiap organisasi untuk membangun lingkungan kerja yang kondusif dan positif sedemikian rupa agar tebangun hubungan kerja yang manusiawi. 

HAKIKAT SENI DAN ESTETIKA 

Seni atau kesenian dapat didefinisikan sebagai manifestasi budaya (priksa atau pikiran dan rasa; karsa atau kemauan; karya atau hasil dan perbuatan) manusia yang memenuhi syarat-syarat estetik. 

Seni dapat dibedakan menjadi : 
  • Seni sastra
  • Seni musik
  • Seni tari 
  • Seni rupa 
  • Seni drama atau teater
HAKIKAT AGAMA 

Agama berasal dari bahasa Sansekerta, "a" yang berarti tidak dan "gama" berarti kacau. Secara etimologis, agama berarti tidak kacau. Jadi, fungsi agama dalam pengertian ini adalah memelihara integritas dan seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. 

Ketidakkacauan ini disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas, nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai, dan diberlakukan. 

Dalam bahasa Inggris agama berarti religion dan dalam bahasa latin berarti religio. Kedua kata ini berakar dari kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal. 

HAKIKAT BUDAYA 

Secara etimologis budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddiayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. 

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata Latin, colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.  Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam Bahasa Indonesia. 

Budaya dalam arti luas yaitu pancaran daripada budi dan daya. Seluruh apa yang dipikir, dirasa, dan direnung diamalkan dalam bentuk daya menghasilkan kehidupan. 

Budaya adalah cara hidup suatu umat. Budaya tidak lagi dilihat sebagai pancaran ilmu dan pemikiran yang tinggi dan murni suatu bangsa untuk mengatur kehidupan berasaskan peradaban. 

Sumber : Modul KBK Filsafat hlm. 132-161

SEMOGA BERMANFAAT !!!

FILSAFAT PSIKOLOGI

FILSAFAT PSIKOLOGI

Filsafat sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan termasuk psikologi memiliki hubungan dengan setiap disiplin ilmu. Sejauh mana hubungan itu ? 

Pada awal perkembangannya hingga abad 19 psikologi dikembangkan oleh para ahli filsafat yang kurang melandasi pengamatannya pada fakta konkrit, tapi pada refleksi abstrak dan spekulatif. 

Pada perkembangan psikologi selanjutnya dirasakan perlu melakukan metode lain, yaitu metode empiris. Kendati psikologi berpisah dengan filsafat, khususnya filsafat ilmu terutama menyangkut sifat, hakekat, dan tujuan ilmu pengetahuan. 

Tokoh awal Psikologi 

Sang pendiri psikologi, Wilhelm Wundt (1832-1920) yang mendirikan laboratorium psikologi pertama di dunia adalah seorang ketua bagian filsafat di Universitas Leipzig Jerman. Bagi Wundt tugas psikologi adalah mempelajari proses dasar manusia berupa pengalaman langsung, hubungan dan kombinasi pengalaman-pengalaman itu. 

Wundt dan pengikutnya kemudian mengembangkan aliran strukturalisme dalam psikologi. 

Sementara William James (1842-1910) berpendapat bahwa kesadaran manusia itu bersifat unik, bersifat pribadi dan setiap saat berubah-ubah. Dengan aliran fungsionalismenya, James berpendapat psikologi harus meneliti secara mendalam bagaimana proses mental itu berfungsi. 

Sementara John Watson dengan aliran behaviorismenya berpendapat bahwa psikologi seharusnya mempelajari kejadian-kejadian yang terjadi di sekeliling (rangsangan/stimulus) dan perilaku yang dapat diamati (respon). 

Ketiga aliran di atas (strukturalisme, fungsionalisme, dan behaviorisme) memiliki landasan filosofis masing-masing. Behaviorisme misalnya dipengaruhi o;eh positivisme yang berakar pada empirisme/pengalaman. Tesis positivisme adalah bahwa satu-satunya pengetahuan yang valid dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan. 

Landasan Filosofis Berbagai Aliran Psikologi

Ontologi pada positivisme sejalan dengan dasar pemikiran yang digunakan oleh pendekatan behaviorisme (perilaku) yang ada pada psikologi. Pada pendekatan ini, perilaku merupakan kegiatan organisme yang dapat diamati. Dengan pendekatan perilaku, seorang ahli psikologi mempelajari individu dengan cara mengamati perilakuny dan bukan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. 

Aliran psikologi Gestalt mempunyai banyak tokoh terkemuka, antara lain Wolfgang Kohler, Kurt Koffka, dan Max Wertheimer. Aliran psikologi Gestalt ini nampaknya merupakan aliran yang cukup kuat dan padu. Falsafah yang dikemukakannya sangat mempengaruhi bentuk psikologi di Jerman, yang kelak juga akan terasa pengaruhnya pada psikologi di Amerika Serikat (terutama dalam penelitian mengenai persepsi). Hal itu nampak dari kedua aliran psikologi modern yang sezaman, yaitu aliran Humanisme dan kognitif (Davidoff, 1988: 16-19).

Telaah filosofik Gestalt dapat didekati dengan fenomenologi. Heidegger adalah juga seorang fenomenolog. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental "baru" yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt juga murid Stumpf dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis. Fenomenologis adalah deskripsi tentang data. Fenomenologi berusaha memahami dan bukan menerangkan gejala-gejala. 

Menurut aliran psikoanalisa, psikologi seharusnya mempelajari dengan tekun mengenai hukum dan faktor-faktor penentu di dalam kepribadian (baik yang normal ataupun yang tidak normal), dan menentukan metode penyembuhan bagi gangguan kepribadian. 

Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme ilmu pengetahuan abad XIX. Analisa terhadap pandangan psikoanalisis tersebut, terutama yang berkaitan dengan tugas terapis yaitu observasi dan interpretasi perilaku, sejalan dengan metodologi positivisme Auguste Comte. 

Psikolog yang berorientasi humanistik mempunyai satu tujuan, mereka ingin memanusiakan psikologi. Mereka ingin membuat psikologi sebagai studi tentang "apa makna hidup sebagai seorang manusia".

Psikologi kognitif memiliki landasan filosofis rasionalisme. Tokoh aliran filsafat rasionalisme ialah Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Dalam rasionalisme, usaha manusia untuk memberi kepada akal suatu kedudukan yang berdiri sendiri. Abad ke-17 adalah abad dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam arti yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, sehingga tampaklah adanya keyakinan bahwa dengan kemampuan akal pasti dapat diterangkan segala macam permasalahan dan dapat dipecahkannya segala macam masalah kemanusiaan. 

Filsafat dan Ilmu Psikologi

Filsafat ilmu, sebagai salah satu cabang filsafat, memberikan sumbangan besar bagi perkembangan Ilmu Psikologi. Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang hendak merefleksikan konsep-konsep yang diandaikan begitu saja oleh para ilmuwan, seperti konsep metode, objektivitas, penarikan kesimpulan, dan konsep standar kebenaran suatu pernyataan ilmiah,

Filsafat bisa menegaskan akar historis ilmu psikologi. Seperti kita tahu, psikologi, dan semua ilmu lainnya, merupakan pecahan dari filsafat. Di dalam filsafat, kita juga bisa menemukan refleksi-refleksi yang cukup mendalam tentang konsep jiwa dan perilaku manusia. Refleksi-refleksi semacam itu dapat ditemukan baik di dalam teks-teks kuno filsafat maupun teks-teks filsafat modern. 

Sumber : Fotokopi Kapita Selekta blok Filsafat 6 Oktober 2014 dengan perubahan.  

SEMOGA BERMANFAAT !!

Minggu, 05 Oktober 2014

EKSISTENSIALISME SARTRE

EKSISTENSIALISME 
MENURUT JEAN PAUL SARTRE



Siapa itu Jean Paul Sartre ?


  • Lahir di Paris 1905
  • 1929 menjadi guru
  • 1931-36 dosen filsafat di Le Havre
  • 1941 menjadi tawanan perang
  • 1942-44 dosen Loycee Pasteur
  • Banyak menulis karya filsafat dan sastra.
  • Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Husserl dan Heidegger.
Pemikiran Filsafat Sartre 


Sulit menjabarkan pemikiran filsafat Sartre scr singkat. Bagi Sartre, manusia mengada dengan kesadaran sbg dirinya sendiri. Keberadaan manusia berbeda dg keberadaan benda lain yg tdk punya kesadaran. Untuk manusia eksistensi adalah keterbukaan, beda dengan benda lain yg keberadaannya sekaligus berarti esensinya.  Bagi manusia eksistensi mendahului esensi. 

Asas pertama utk memahami manusia hrs mendekatinya sbg subjektivitas. Apapun makna yg diberikan pd eksistensinya, manusia sendirilah yang bertanggungjawab. Tanggungjawab yg menjadi beban kita jauh lebih besar dr sekedar tanggungjawab thdp diri kita sendiri.

Sartre membedakan konsep ‘berada dlm diri’ dan ‘berada untuk diri’

Berada dalam diri = berada an sich, berada dlm dirinya, berada itu sendiri. Mis. meja itu meja, bukan kursi, bukan tempat tidur. Semua yang berada dalam diri ini tdk aktif. Menaati prinsip it is what it is. Maka bagi Sartre  segala yang berada dalam diri: memuakkan.

Sementara berada untuk diri=berada yg dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya hubungan dg keberadaannya. Bertanggungjawab atas fakta bhw ia ada. Mis. Manusia bertanggungjawab bhw ia pegawai, dosen. Benda tdk sadar bhw dirinya ada, tp manusia sadar bhw dia berada. Pd manusia ada kesadaran.

Biasanya kesadaran kita bukan kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri. Akan tetapi, ketika secara reflektif menginsyafi cara kita mengarahkan diri pada objek. Kesadaran kita akan diberi bentuk kesadaran akan diri. 

Tuhan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena Tuhan tidak terlibat dalam pengambilan putusan yang dibuat oleh manusia. Manusia adalah kebebasan dan hanya sebagai makhluk yang bebaslah, ia bertanggung jawab. 

Tanpa kebebasan, eksistensi manusia akan menjadi absurd. Bila dilepaskan dari kebebasannya, manusia akan menjadi sekedar esensi belaka. 

Apakah yang mengurangi kebebasan manusia ?

Beberapa kenyataan (kefaktaan) yg mengurangi penghanyatan kebebasan:
  1. Tempat kita berada: situasi yg memberi struktur pd kita, tp juga kita beri struktur.
  2. Masa lalu: tdk mungkin meniadakannya krn masa lampau menjadikan kita sebagaimana kita sekarang ini.
  3. Lingkungan sekitar (Umwelt).
  4. Kenyataan adanya sesama manusia dg eksistensinya sendiri.
  5. Maut: tdk bisa ditunggu saat tibanya, walaupun pasti akan tiba.
Walaupun kefaktaan ini melekat dlm eksistensi manusia, tapi kebebasan eksistensial tdk bisa dikurangi/ditiadakan.

Ketubuhan Manusia

Dalam eksistensi manusia, kehadiran selalu menjelama sbg wujud yg bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran manusia.

Tubuh sbg pusat orientasi tdk bisa dipandang sbg alat sematamata, tp mengukuhkan kehadiran kita sbg eksistensi.

Komunikasi dan Cinta

Komunikasi = suatu hal yg apriori tak mungkin tanpa adanya sengketa, krn setiap kali org menemui org lain pd akhirnya akan terjadi saling objektifikasi, yg seorg seolah2 membekukan org lain. Terjadi saling pembekuan shg masing2 jadi objek.

Cinta = bentuk hubungan keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa krn objektifikasi yg tak terhindarkan.

Sumber : Slide Presentasi Filsafat 3 Oktober 2014 dengan perubahan yang diakses dan diunduh pada 5 Oktober 2014.






Jumat, 03 Oktober 2014

EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD

EKSISTENSIALISME 
MENURUT KIERKEGAARD



Apa itu Eksistensialisme ? 
Merupakan aliran filsafat yang pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk lain. 

Jiwa ekstensialisme ialah pandangan manusia sebagai eksistensi. 

Secara etimologis, ekstensialisme berasal dari kata Ex = keluar, Sistentia (Sistere) = berdiri. Manusia bereksistensi berarti manusia baru menemukan diri sebagai aku dengan keluar dari dirinya.

Pusat diriku terletak di luar diriku. Ia menemukan pribadinya dengan seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang di luar dirinya. 

Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi tidak bisa disamakan dengan 'berada'. Pohon, anjing berada, tetapi tidak bereksistensi. 

Eksistensialisme dari segi isi bukan satu kesatuan, tapi lebih merupakan gaya berfilsafat. 

Beberapa tokoh : Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre, dll.

Sulit menyeragamkan definisi Eksistensialisme karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri. 

Namun satu hal yang sama : filsafat harus bertitik tolak pada manusia konkrit, manusia sebagai bereksistensi, maka bagi manusia, eksistensi mendahului esensi. 

Ciri-ciri Eksistensialisme : 
  1. Motif pokok adalah eksistensi, cara manusia berada. Hanya manusia bereksistensi. 
  2. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi, dan merencanakan. 
  3. Manusia dipandang terbuka, belum selesai. Manusia terikat pada dunia sekitarnya, khususnya pada sesamanya. 
  4. Memberi penekanan pada pengalaman konkrit. 
Pokok-pokok ajaran Kierkegaard : 

Menurut Kierkegaard, eksistensi manusia individual dan konkrit. Manusia tidak dapat dibicarakan 'pada umumnya' atau 'menurut hakikatnya', karena manusia pada umumnya tidak ada. 

Yang ada itu adalah manusia konkrit yang semua penting, berbeda dan berdiri di hadapan Tuhan. Manusia itu eksistensi. 

Eksistensi berarti bagi Kierkegaard : merealisasi diri, mengikat diri dengan bebas, dan mempraktekkan keyakinannya dan mengisi kebebasannya. 

Hanya manusia bereksistensi, karena dunia, binatang dan sesuatu lainnya hanya 'ada'. Tuhan juga 'ada', Tapi manusia harus bereksistensi, yakni menjadi (dalam waktu) seperti ia (akan) ada (secara abadi).

Tiga cara bereksistensi : 
  • Sikap Estetis : merengguh sebanyak mungkin kenikmatan yang dikuasai oleh perasaan. 
  • Sikap Etis : Sikap menerima kaidah-kaidah moral, suara hati, dan memberi arah pada hidupnya. 
  • Sikap Religius : Berhadapan dengan Tuhan, manusia sendirian. 
Manusia menjadi seperti yang dipercayainya

Kierkegaard mengatakan bahwa "percaya itu sama dengan menjadi" (credo ergo sum). Manusia lah yang menentukan hidupnya.

Waktu dan Keabadian

Setiap orang adalah campuran dari ketidakterhinggaan dan keterhinggaan. Manusia hidup dalam dua dimensi sekaligus : keabadian dan waktu. Kedua dimensi itu bertemu dalam 'saat'. Kita menjadi eksistensi dalam saat yaitu saat pilihan. 

Subjektivitas dan Eksistensi sebagai Tugas

Eksistensi manusia adalah tugas yang harus dijalani dengan kesejatian sehingga orang tidak tampil dengan semu. Eksistensi sebagai tugas disertai oleh tanggung jawab. Eksistensi sejati memungkinkan individu mengambil dan memilih keputusan sendiri. 

Publik dan Individu

Publik bagi Kierkegaard hanya abstraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya bila dianggap nyata. 

Kierkegaard bukan menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk bergabung dengan yang lain. "Hanya setelah individu itu mencapai sikap etis barulah penggabungan bersama dapat disarankan. Kalau tidak, penggabungan individu yang lemah sama memuakkan seperti perkawinan anak-anak."

Sumber : Slide Presentasi Filsafat 3 Oktober 2014 dengan perubahan.



TUGAS TUTORIAL


Menurut saya, pemikiran Kierkegaard yang paling menarik adalah Eksistensi manusia yang individual dan konkrit. Hal ini menarik karena Kierkegaard mengatakan manusia "pada umumnya" tidak ada. Saya sangat setuju dengan pendapat Kierkegaard. Manusia memang tidak pernah ada yang sama, masing-masing memiliki keunikan tersendiri sehingga kita tidak bisa menggeneralisasi atau melihat manusia 'pada umumnya'. Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki karakter, bentuk fisik, dan pengalaman yang berbeda. Seorang manusia itu tidak ada duanya. 
Kenyataannya, manusia sendiri merupakan suatu eksistensi. Eksistensi lah yang menjadikan manusia berbeda dari yang lain. Definisi eksistensi manusia lebih dalam dari sekedar 'berada'. Ini juga menarik. Manusia bereksistensi berarti manusia menciptakan dirinya sendiri. Secara aktif merencanakan, berbuat dan menjadi seperti apa yang dipikirkannya. Manusia lah yang menentukan pilihan. 

SEMOGA BERMANFAAT :)

FIELDTRIP ke PERKAMPUNGAN BETAWI

FIELDTRIP SETU BABAKAN


Dalam post kali ini, saya akan menceritakan pengalaman fieldtrip ke Perkampungan Betawi Setu Babakan yang berlokasi di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.



Hari Kamis, 2 Oktober 2014 PSIKOLOGI 2014 mengadakan fieldtrip ke Setu Babakan. Adapun, kegiatan ini diadakan sebagai kuliah lapangan dari blok Filsafat yang sedang kami tempuh. 



Kami wajib berkumpul maksimal jam 6.45 karena diadakan kuliah pengantar mengenai Seni, Budaya, Agama, dan Etos Kerja. Pengantar ini disampaikan oleh Pak Carolus dan Pak Raja yang sekaligus menjadi "guardian" kami bersama Pak Mikha. Kegiatan ini hanya berlangsung sekitar 40 menit. Kami dijelaskan mengenai lokasi, dan TUGAS yang harus dikerjakan selama disana. BANYAK SEKALI LOH TUGASNYA ! Tapi gapapa, yang penting jalan-jalan ga suntuk-suntuk amat di kelas he....he.....he. 



Setelah diadakan kuliah pengantar, kami semua dibagi ke dalam 3 bus berdasarkan kelas kami - Ya, kecuali kelas D yang memang harus dipencar-pencar. Tapi gapapa, the more the merrier, ya kan ? Ini loh penampakan bus yang kami pakai (Kelas A). 


MR. BUS yang bagus dan dingin.
Nah setelah itu, kami beranjak ke bus masing-masing. Seperti biasa, semua langsung sibuk mencari teman untuk duduk bersama. Saya juga. Di dalam bus, saya duduk bertiga dengan Stefanny dan Vania. Sepanjang perjalanan, kami malah curhat-curhatan. Padahal, Pak Carolus menginstruksikan untuk mengambil gambar ketika di bus. AH, ya sudahlah. Maaf Pak. (peace). Perjalanan kami tidak lama hanya sekitar 1 jam. Thanks to macetnya-Jakarta-yang-ga-usah-ditanya-lagi. 
Ketika sampai, kami mendapatkan pengarahan seperti biasa. Masuk dalam kelompok dan seperti yang sudah dijelaskan kami harus mewawancarai beberapa penduduk (boleh pedagang) di daerah itu, kami juga diminta untuk mengambil foto grup yang kreatif! Nah setelah pulang, hasil wawancara dan foto itu dimasukkan ke dalam laporan perjalanan kami. 
Kami pun bergegas mencari pedagang yang bisa diwawancarai dan kosong (tidak dikerumuni kelompok lain). Akhirnya, kami melihat pedagang kerak telor ! Hmmm... semua sepakat untuk mewawancarainya dan jajan tentu saja. Setelah selesai, kami diberikan makan siang. Padahal, di bus kami juga diberikan snack. Betapa baik dan pengertian panitianya. Terharu. 
Nah, selama disana kami mewawancarai beberapa orang termasuk seorang marinir... Ini diaa beberapa foto yang kami ambil. 

Pedagang Arum Manis

Pedagang Es Doger

Pedagang Soto Betawi

Pedagang Dodol

Marinir (Ray yang potret)
Itu hanya sebagian, hehehe. Oh ya, tidak hanya mewawancarai, tetapi kami juga diarahkan ke Pentas Kebudayaan dan Kesenian Betawi. Disana kami melihat Tarian Tradisional Betawi, makanan(lagi) dan Boneka Ondel-Ondel khas Betawi. Disana sebenarnya kami diminta untuk mewawancarai orang disana, tetapi karena bertabrakan dengan acara institusi lain. Kami tidak melakukan wawancara, hanya pengamatan. Ini dia foto kami dengan ondel-ondel.
Spirit to Share feat. Ondel-ondel

Setelah puas melihat pertunjukan, wawancara, dan makan (paling banyak). Kami semua dikumpulkan kembali jam 2.15. Setelah berfoto-foto, kami pulang dehh !! Di perjalanan, banyak yang tidur karena lelah. Menurut saya, perjalanan ke Setu Babakan sangat tidak terlupakan.

Bagi yang belum tahu Setu Babakan ini dia fotonya

Ini danau yang super kerennnn !!! di pinggirnya asik banget buat... ngobrol hehe

Ini Pintu Keluar Bang Pitung hehe 
Sebagai penutup, ini ada foto-foto SPIRIT TO SHARE ! Terimakasih telah membacaa !



SALAM SPIRIT TO SHARE !!!