Dampak
Berbagi Foto Selfie di Media Sosial
Pengertian Selfie
Arti kata
selfie itu sendiri adalah self-portrait yang berarti mengambil
foto diri sendiri menggunakan kamera tanpa bantuan orang lain (Prasetyo, 2014).
Menurut kamus Oxford yang dikutip dari laman BBC (dikutip dalam Rosalina, 2013,
para. 4), “selfie adalah aktivitas
seseorang yang memotret dirinya sendiri, umumnya menggunakan ponsel atau webcam, kemudian mengunggahnya ke situs
media sosial.”
Pengertian Media
Sosial (Social Media)
Kaplan
dan Haenlein (dikutip dalam Tea, 2014, para. 5) mendefinisikan media sosial
sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas
dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan
pertukaran user-generated content.” Media sosial digunakan untuk berkomunikasi,
berinteraksi, saling kirim pesan, berbagi (sharing), membangun jaringan (networking),
dan juga untuk mengekspresikan diri (Tea, 2014).
Macam-Macam
Media Sosial
Terdapat
berbagai macam media sosial dengan fitur, keunikan, dan kegunaan masing-masing.
Menurut Adhi (2014), media sosial yang populer di Indonesia adalah Facebook,
Twitter, Path, Google Plus, Youtube, Instagram, Line, Kaskus, Linkedin, dan
Foursquare. Beberapa media sosial tersebut memiliki fitur untuk membagikan
file, gambar, dan video.
Alasan
Membagikan Foto Selfie di Media
Sosial
Manusia ingin dikenal. Pada dasarnya, manusia ingin dikenal
dan ingin diperhatikan. Oleh karena itu, terkadang seseorang berusaha memancing
perhatian orang lain dengan bertingkah aneh, “nyeleneh”, dan eksentrik. Berbagai
macam cara dilakukan, baik positif, maupun negatif untuk menarik perhatian (Sulaiman,
2005a). Sehubungan dengan hal tersebut, jika membagikan foto selfie dengan beragam pose, termasuk pose
yang “nyeleneh”, seseorang menganggap akan
diperhatikan orang lain.
Manusia ingin dihargai. Setiap manusia pada dasarnya ingin
dihargai. Mereka berusaha keras hanya agar dirinya dihargai, baik melalui
karya, ucapan, tingkah laku, usaha, maupun apa yang dimilikinya (Aly &
Prihadi, n.d.). Berbagi foto selfie
adalah salah satu cara manusia untuk mendapatkan penghargaan, terlebih ketika
foto yang diunggah dianggap baik oleh orang lain.
Manusia ingin diakui. Getol (2009) menyatakan bahwa tidak
ada seorang pun di dunia ini yang suka ketika diremehkan karena sudah merupakan
kebutuhan manusia untuk diakui. Seperti yang dikatakan Maslow (dikutip dalam
Sulaiman, 2005b, h. 20), “Manusia memiliki keinginan dasar yang terentang dari
kebutuhan seksual hingga aktualisasi diri (self-actualization). Setelah
kebutuhan ekonomi terpenuhi, maka yang paling akhir adalah kebutuhan ingin
diakui.”
Dampak Positif
Membagikan Foto Selfie di Media
Sosial
Mampu meningkatkan kepercayaan diri.
Secara tidak langsung, berfoto selfie
membantu kita lebih mengenali diri dan keadaan seseorang. Seseorang dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangannya dengan berfoto selfie. Menunjukkan kelebihannya kepada orang lain akan
meningkatkan kepercayaan diri seseorang (Ahmad, 2014).
Menyebarkan pesan positif kepada orang lain.
Membagikan foto selfie yang berisikan
pesan-pesan positif atau menunjukkan hal-hal positif, seperti pola hidup yang
sehat di media sosial berdampak positif. Maka dari itu, seseorang dapat
menularkan pesan positif dan inspiratif kepada masyarakat (Ahmad, 2014).
Dampak Negatif
Membagikan Foto Selfie di Media
Sosial
Selfie dan gangguan kepribadian
Selfie
dan Narsistik. Menurut Putranto (dikutip dalam Pratama, 2014, para. 17),
“Selfie mewakili satu elemen
narsistik, selfie kan prilaku
memotret. Narsis adalah lebih kepada mencintai diri sendiri. Pamernya nggak
cuma wajah, bahkan berhadapan dengan orang maunya menang sendiri, yang penting
diri sendiri daripada orang lain itu kan narsis.” Akan tetapi, ketika seseorang
mulai membagikan foto selfienya secara berlebihan yang mengindikasikan
narsisisme, akan berdampak negatif pada hubungan sosial dalam pekerjaan,
pertemanan, dan pernikahan (Koto, 2013).
Selfie
dan Adiksi. Kasus seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun asal
Newcastle bernama Danny Bowman yang berusaha bunuh diri setelah 200 kali gagal
mendapatkan foto selfie yang bagus
merupakan gambaran bahwa selfie yang
berlebihan dapat mengindikasikan suatu adiksi (“Seorang Remaja Inggris Berupaya
Bunuh Diri,” 2014). Adiksi pada selfie
ini bukanlah suatu hal yang baru karena sebelumnya telah ditemukan kasus-kasus
adiksi pada media sosial. Akan tetapi, menurut Veale (dikutip dalam “'Selfie
Addiction' Is No Laughing Matter,” 2014, para. 4), kasus Danny adalah kasus
ekstrem. Ia mengatakan, “But this is a
serious problem. It’s not a vanity issue. It’s a mental health one which has an
extremely high suicide rate.”
Selfie
dan Histrionik. Menurut
DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) dari American Psychiatric Association (APA)
(dikutip dalam Aulia, 2014), orang dengan gangguan kepribadian histrionik
memiliki kebutuhan yang besar dalam mencari perhatian. Mereka menggunakan
penampilan fisik untuk menarik perhatian orang lain dan tidak ragu untuk
mengeluarkan uang banyak untuk tampil cantik. Para “penggila” selfie diidentikkan dengan gangguan ini.
Selfie
dan Body Dismorphic Disorder. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh University of Strathclyde, Ohio University, dan University of Lowa
(dikutip dalam Sativa, 2014) ditemukan bahwa semakin banyak wanita melakukan selfie dan mengunggahnya pada media
sosial, semakin mereka merasa insecure
dengan bentuk tubuhnya sendiri. Mereka cenderung membandingkan tubuh
wanita-wanita lain dengan tubuh sendiri sehingga memicu pikiran negatif pada
diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi. (2014, Juli). Jejaring sosial terpopuler di
Indonesia. Diunduh dari http://tech.dbagus.com/jejaring-sosial-terpopuler-di-indonesia
Ahmad, A. (2014, September). Sejarah selfie serta
efek positif dan negatifnya. Diunduh dari http://alltutorial.net/sejarah-selfie-serta-efek-positif-dan-negatifnya/
Aly, A., & Prihadi, E. K. (n.d.). Pawang
manusia: Strategi jitu menaklukkan dan memengaruhi orang lain. Jakarta: Elex
Media Komputindo. Diunduh dari
http://books.google.co.id/books?id=3QgYN9ekvzgC&pg=PA47&dq=manusia+ingin+dihargai&hl=id&sa=X&ei=CbRZVPLiA428uAS50YD4AQ&redir_esc=y#v=onepage&q=manusia%20ingin%20dihargai&f=false
Aulia, T. N. (2014, Januari 2). Gangguan kepribadian
histrionik. Diunduh dari http://kesehatan. kompasiana.com/kejiwaan/2014/01/02/gangguan-kepribadian-histrionik-623394.html
Getol, G. (2009). Managing your strengths &
weakness: Mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=FvSADOjnuhI C&pg=PA204&dq=manusia+ingin+diakui&hl=id&sa=X&ei=rrdZVOfsKsGgugTnt4CIAg&ved=0CEMQ6AEwCA#v=onepage&q=manusia%20ingin%20diakui&f=false
Koto, R. A. (2013, Desember 12). “Selfie”, antara
narsis dan eksplorasi diri. Diunduh dari http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/12/selfie-antara-narsis-dan-eksplorasi-diri-617701.html
Prasetyo, H. (2014, Maret). Pengertian arti selfie
itu apa sih?. Diunduh dari http://www.ga jahkreatif.com/2014/171264/pengertian/pengertian-arti-selfie-itu-apa-sih.html
Pratama, N. (2014, September 25). Selfie-isasi dan
narsisme. Diunduh dari http://lifestyle. kompasiana.com/catatan/2014/09/25/selfie-isasi-dan-narsisme-681061.html
Rosalina. (2013, November 20). ‘Selfie’, kata anyar
dalam kamus oxford. Diunduh dari
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/20/095531163/selfie-kata-anyar-dalam-kamus-oxford
Sativa, R. L. (2014, Agustus 14). 5 macam gangguan
jiwa yang bermula dari foto selfie. Diunduh dari http://health.detik.com/read/2014/08/14/180732/2662446/763/3/5-macam-gangguan-jiwa-yang-bermula-dari-foto-selfie
‘Selfie’ addiction is no laughing matter,
psychiatrists say (video). (2014, Maret 25). Diunduh dari http://www.huffingtonpost.com/2014/03/25/selfie-addiction-mental-illness_n_5022090.html
Seorang remaja Inggris berupaya bunuh diri karena
tak bisa menghasilkan foto selfie yang sempurna. (2014, Maret 25). Diunduh dari
http://www.beritateknologi.com/
seorang-remaja-inggris-berupaya-bunuh-diri-karena-tak-bisa-menghasilkan-foto-selfie-yang-sempurna/
Sulaiman, T. (2005). Seri teladan humor sufistik: Harga sebuah loyalitas. Dalam S. Agung
(Ed.). Jakarta: Erlangga. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=3QgYN9ekvzgC&pg =PA47&dq=manusia+ingin+dihargai&hl=id&sa=X&ei=CbRZVPLiA428uAS50YD4AQ&redir_esc=y#v=onepage&q=manusia%20ingin%20dihargai&f=false
Sulaiman, T. (2005). Seri teladan humor sufistik: Melayani
Maling. Dalam S. Agung (Ed.). Jakarta: Erlangga. Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id
=kPoBeHPwWKMC&pg=PA20&dq=manusia +ingin+diakui&hl=id&sa=X&ei=rrdZVOfsKsGgugTnt4CIAg&ved=0CD8Q6AEwBw#v=onepage&q=manusia%20ingin%20diakui&f=false
Tea, R. (2014, April). Media sosial: Pengertian,
karakteristik, dan jenis. Diunduh dari
http://www.romelteamedia.com/2014/04/media-sosial-pengertian-karakteristik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar